Kebakaran
Pengalaman pertama... insya Allah, semoga juga yang terakhir. I accidently set our kitchen on fire! Iyo... rumahku kebakaran!
*****
Bulan keempat di tahun 2008 ini terasa begitu banyak masalah -- Alhamdulillaah masih dikasih masalah... biar bisa belajar dan mengambil hikmahnya. Mulai dari saya yang rindu kampung halaman alias homesick berat, Ayahnya Zahra yang sakit (demam dan kena diare -- cha cha cha! hehehe) tapi ogah ke dokter, ketatnya budget karena kesalahan ngitung pajak (heh... saya sih tidak membenci pajak karena itu untuk kepentingan kita sendiri dan khalayak rame. Tapi kalo pajaknya untuk membiayai perang yang ndak ada habisnya dan jadi semakin tidak jelas tujuannya??? Bah!) yang akhirnya alhamdulillaah bisa ketemu letak salahnya dan bisa kami atur, dan masih banyak lagi yang mostly bersumber dari perasaan alias mood yang tidak kondusif: saya homesick dan David yang lagi sakit. Untungnya dua anak perempuan kami tidak nambah-nambah masalah: Zahra yang selalu bikin kami ketawa besar (kadang di antara kesalnya saya karena kenakalannya) karena ulahnya yang menggemaskan, dan Kak Iman yang dari hari ke hari semakin terlihat semakin dewasa dalam bertingkahlaku (kalo urusan badan sih, dia sejak tahun lalu sudah lebih tinggi dan besar dari saya dan Ibunya, hee hee). Seperti gambar di samping yang saya ambil sewaktu dalam perjalanan dari menjemput Iman di sekolah sepulang kami dari sholat Jumat di Gaithersburg. Sepanjang perjalanan, dua gadisku (yang terpaut usia 10 tahun) ini saling melepas rindu, main bersama dan akhirnya kecapean sampe' tertidur dengan gaya yang sama pula. Dan pada hari yang sama, beberapa jam kemudian, menjelang Maghrib hari Jumat tanggal 25 April 2008... rumah kami kebakaran!
Gara-gara Krupuk
Awalnya sederhana: gara-gara krupuk! alias karoppo' udang. Saya yang lagi menyiapkan makan malam (mo goreng krupuk udang dan papadum) menyalakan kompor (listrik) memanaskan minyak di wajan... and at the same time also doing laundry in the basement (speaking of multi-tasking -- "keahlian" terbesar seorang Bunda!). Sebenarnya sih, saya cuma berniat mo ambil cucian untuk dibawa ke atas sambil menunggu minyak panas. But... I got side-tracked! Instead of just bringing the laundry upstairs, I stayed in the basement folding the laundry... and then totally forgot about pamuttu di kompor, until I heard the annoying sound of smoke/fire alarm upstairs. Ya Allaaaah!!! Sambil teriak panggil Ayahnya Zahra (yang waktu itu lagi di kantornya), saya berlari menaiki tangga dan setelah sampe' di atas mendapati dapur sudah penuh asap... dan wajanku was ON FIRE! Apinya sudah tinggi dan menjelang mendekati "hood" dan lemari kabinet di atas kompor. Segera saya "usir" Iman keluar dan menyerahkan Zahra untuk dia gendong sambil berpesan (pake' teriak-teriak karena panik) untuk tidak masuk ke rumah dan stay in the front yard. Di dapur, api menjalar dengan cepat... saya dan David kebingungan mo memadamkan api pake' apa?! Wajan yang berisi minyak panas dengan api yang menyala-nyala tidak boleh disiram pake' air. Fire extinguisher alias alat pemadam kebakaran yang mestinya kami miliki (sudah kepikiran sejak kami pindah ke sini, tapi ndak tahu kenapa selalu saja kelupaan dan terlupakan) tidak ada. David menelepon 911 dengan suara bergetar (never heard him talking that "weird" before) sementara saya masih di dapur berpikir keras (sambil terus beristighfar berulang-ulang... astaghfirullaah al-azhiim!!!) bagemana caranya mengatasi api yang sudah melelehkan hampir semua botol-botol bumbu yang ada di atasnya dan sudah menjilati lemari dapur. Segera setelah meletakkan telepon, David masuk kembali ke dapur; mengangkat wajan yang menyala dengan api tinggi dengan bare hand (addduuhhh) dan berlari dari dapur ke halaman depan dan melempar wajan berapi tersebut ke rumput.
Sebelum dia melempar, saya teriak ke Iman yang lagi menggendong Zahra untuk menjauh dan mengingatkan David (sambil tetap teriak): the car! the car!!! soalnya mobil pas diparkir di dekat dia melempar wajan tersebut. Lah kalo dilempar ke mobil bisa lebih gawat lagi kan??? Api di wajan yang dilempar telungkup oleh David langsung padam. Saya berbalik lari lagi ke dapur dan menyiram api yang sudah hampir sampai ke langit-langit dapur dengan ember kecil yang kebetulan ada di sink sambil berdoa semoga tidak ada bahan-bahan yang bisa meledak mengingat kompor masih menyala dan menjaga jarak jangan sampai ada aliran listrik ke lantai yang sedapat mungkin tidak terkena air yang saya siramkan. Alhamdulillaah, dengan dua ember air api di dapur betul-betul padam dan meninggalkan asap yang tidak cuma memenuhi dapur, tapi juga seluruh rumah. David kemudian masuk dan menyuruh saya untuk keluar rumah sambil menunggu bantuan datang. Dalam keadaan gemetaran saya masih sempat lari ke atas (jarak pandang sudah sangat terbatas karena rumah penuh asap dan bau plastik yang terbakar sangat menyengat), grabbed my simple overall (baju daster panjang) dan jilbab.
Tidak beberapa lama kemudian, dua truk pemadam kebakaran dari NIH (National Institution of Health; yang letaknya sekitar 1 km dari rumah) dan 1 mobil pemadam kebakaran relawan dari kota tetangga Kensington datang. Wow! Untuk kebakaran yang boleh dibilang "kecil" begini, pasukan penuh seperti itu terkesan berlebihan kalo di kampungku... habis pi 3 rumah syukur-syukur kalo ada pemadam yang datang! Here, they take this kinda stuff seriously. Mereka segera masuk ke rumah, memastikan kalo api sudah benar-benar padam, membuka semua jendela (ada beberapa yang dibuka paksa), mengisap asap dari dalam rumah dengan kipas pengisap raksasa, dan memanggil Washington Gas untuk memeriksa dan memastikan kalo rumah layak ditempati dan tidak mengandung gas berbahaya sebagai hasil dari kebakaran. Sementara saya dan anak-anak duduk manis di halaman depan "menonton" mereka beraksi.
Selama kejadian, alhamdulillaah, Zahra sama sekali tidak rewel dan sibuk memperhatikan kesibukan "strangers" yang bolak-balik masuk ke dalam rumah. Sementara saya gendong dia dengan badan yang masih gemetaran. David yang mengalami luka bakar di tangan kanannya (kasiannya kodong suamiku...) mendapatkan pertolongan pertama dari tim kesehatan yang ikut serta dalam "rombongan" penolong. Awalnya tidak kelihatan serius, tapi kemudian belakangan kami sadari kalo luka bakarnya lumayan serius sampe' dia harus beberapa kali "bertamu" ke klinik untuk mengobati luka tersebut. Selama itu, suamiku (kodong) dengan tangan terbalut perban seadanya mondar-mandir mengurus segala sesuatunya: mulai dari memberikan laporan ke pihak berwajib, menelepon pihak asuransi kami, menghubungi pemilik rumah yang kami sewa tersebut, dan memberitahu beberapa keluarga dekat.
Sekitar satu jam setelah bala bantuan datang dan membereskan segala sesuatunya, rumah pun dinyatakan "aman". Mereka satu persatu meninggalkan rumah kami yang meskipun masih berbau cukup menyengat, sudah bebas asap dan api, kecuali pemeriksa dari Washington Gas yang sempat curiga kalo kadar karbon monoksida (CO) di dalam rumah masih cukup tinggi, alhamdulillaah. Later on setelah memeriksa dengan teliti mereka menyatakan "aman" tapi menyarankan kami untuk tidak menginap di rumah malam itu. Just in case, kata mereka. Apalagi memang bau asapnya masih sangat menyengat dan tentu saja tidak nyaman di hidung :). Setelah berdiskusi berdua dan mempertimbangkan segala sesuatunya (terutama kenyamanan kedua anak kami), saya dan David memutuskan untuk menginap di rumah Ibunya Iman di Alexandria -- yang pada saat kami menelepon memberitahu tentang kebakaran tersebut langsung menawarkan tempat tinggalnya sebagai tempat kami malam itu. That is what family are for, katanya. Jadilah malam itu kami "mengungsi" ke Alexandria, dan menghabiskan first day of the weekend di rumahnya Kak Iman :). Zahra sampe' tidur lewat tengah malam saking excited-nya dengan suasana "baru" di rumah Tante D (sekedar info, anakku itu sangat disayang dan sebaliknya juga sangat sayang sama Ibunya kakaknya!). Malam itu kami tutup dengan tidur nyenyak (alhamdulillaah) dengan rasa syukur kalo meskipun kena musibah kami semua sehat dan selamat. Hanya David yang agak susah tidur karena luka bakarnya yang mulai terasa sakitnya. Hiks... Maafkan daku, suamiku... karena keteledoranku kodong dia dan kami semua harus mengalami ini. Saya dan David sama-sama merenung... kita yang dapat musibah kecil kayak begini -- hanya sebagian kecil dari dapur yang terbakar dan begitu banyak mesti dilewati dan diurus... gimana yang kena musibah besar -- orang-orang sampe' kehilangan rumah dan sanak saudara kayak tsunami di Aceh dan badai Katrina di New Orleans sana... Ah...
Besoknya setelah makan siang, kami berempat ditambah Ibunya Iman dan teman dekatnya kembali ke rumah di Bethesda dan seharian membersihkan dapur dan rumah. Astaghfirullaah... yang namanya abu hitam menempel di mana-mana, di karpet (terutama di lantai atas -- kamar tidur kami dan kamar Zahra), langit-langit, sampai ke mainan Zahra yang kecil-kecilpun tidak luput dari abu hitam tersebut. Yang payahnya lagi karena meskipun di-lap dengan lap basah, abunya meninggalkan bekas kecuali kalo dicuci pake' sabun *sigh*. Akibatnya, semua mesti dicuci (bayangkan banyaknya cucianku karena semua gorden dan seprei serta pakaian yang ada di luar lemari kena bintik-bintik hitamnya si abu!).
Sampah kebakaran ditumpuk di halaman depan. Dan ruang tengah yang jadi tempat "pengungsian" barang-barang dari ruang makan dan dapur
Meski tidak sepenuhnya beres, alhamdulillaah rumah sudah layak untuk kami tempati lagi. At least, kamar tidur kami dan kamar Zahra (kamar Iman dan ruang tv di lantai bawah hampir tidak 'tersentuh' abu dan asap) sudah lumayan bebas abu hitam. Makasih banyak atas bantuan Tante D dan Uncle M yang sudah tulus membantu (semoga Allah swt membalas kebaikan ta'!)...
The aftermath
Beberapa hari ini rumah kami berganti-ganti dapat tamu. Pemilik rumah sekeluarga datang menjenguk kami (mereka baik sekali dan memang lumayan dekat dengan kami sekeluarga) sekalian melihat kerusakan untuk dilaporkan ke pihak asuransi mereka; tukang yang dikirim oleh pemilik rumah mulai mengecat dan memperbaiki lemari dapur yang terbakar, pemeriksa dari asuransi datang memeriksa kompor yang sudah tidak bisa dipake' lagi (nassa mi iya... itu bagian atasnya saja sudah meleleh habis...) dan memesan kompor baru pengganti yang sudah saya "bunuh" (setelah kejadian dan kami sudah bisa bercanda lagi, saya bilang ke David: I am so sorry, Honey... I killed the stove") -- yang sampe' hari ini blum dikirim-kirim (urusan asuransi memang rada ribet ya?!), terpaksalah kami makannya junk food mulu. Untungnya lagi rice cooker kesayanganku cuma kena "luka bakar" ringan, hanya ada bagian yang sedikit meleleh di penutupnya yang berdekatan dengan kompor pada saat kebakaran kemarin itu. Paling tidak masih bisa masak nasi (sekedar informasi, Zahra kalo lihat nasi langsung "kalap", hahaha... she just loves rice! Perutnya perut melayu kayak Bundanya...) dan memanaskan/masak (yang bisa) dengan microwave.
Dapurku sayang dapurku malang: gambar sebelum dan sesudah kebakaran...
Oh iya, selain tangan kanan David yang kena luka bakar, mata saya selama setelah kebakaran sangat perih dan selalu berair. Juga langit-langit mulut saya terasa iritasi (bengkak dan menyulitkan untuk makan). Mulanya saya tidak sadari karena biasanya mata saya perih dan berair karena alergi pollen atau serbuksari dari pohon yang memang sekarang lagi heboh-hebohnya (speaking of Spring: I don't like spring! Aaarrggghh). Tapi kenapa perih dan berairnya menjadi-jadi pada saat saya berbaring dan pada saat tidur malam dan bukannya pada saat berada di luar di udara terbuka seperti biasanya??? David langsung tanggap dan bilang kalo mungkin karena terlalu lama berada di dalam rumah pada saat kebakaran kemarin, ada zat beracun yang masuk melalui asap ke mata dan mulut saya yang menyebabkan reaksi iritasi dan alergi seperti itu. Mata yang berair adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan zat yang tidak "dikenali" melalui airmata. Alhamdulillaah, setelah meneteskan air steril "fake tears" setiap kali mataku terasa perih dan juga gatal berangsur hilang. Langit-langit mulutku juga berangsur sembuh. Syukur deh... soalnya David sudah bilang kalo dalam tempo 5 hari ndak sembuh, doi mo bawa saya ke dokter. Hiiiii....
Lagi dan lagi...
Dua hari bisa tidur dengan nyenyak (meski bau asap yang nempel masih tercium), hari Senin (28 April) pagi sekitar jam 9, Ayahnya Zahra yang bangun untuk mandi pagi sebelum ngantor jadi heboh karena air tidak "jalan". Doi langsung sibuk turun ke basement memeriksa jangan-jangan ada yang tidak beres sebagai akibat dari kebakaran kemarin atau ada kerusakan dengan jaringan pipa air di lingkungan rumah kami. Nothing... everything seems to be normal. Pas buka pintu depan... edededededeh......... di gagang pintu tergantung NOTIFICATION alias pemberitahuan dari PAM (lupa di sini namanya apa, hehehe) kalo aliran air ke rumah kami dimatikan karena MENUNGGAK PEMBAYARAN dari bulan November 2007 sampai Februari 2008!!! Woalaaaaaahhh... baru habis kebakaran kemarin, kami "kebakaran" lagi deh! Saya yang masih tidur menemani Zahra jadi terbangun karena Ayahnya Zahra naik ke kamar tidur dan ngomel. Kita kan baru pindah awal Maret lalu??? Pihak PAM yang datang tidak mau tahu... yang jelas alamat rumah kami "menunggak" pembayaran air selama 3 bulan dan sudah dapat peringatan (kata mereka) beberapa kali melalui surat. Tentu saja kami tidak pernah menerima surat tersebut karena pemberitahuannya dialamatkan ke penyewa sebelum kami. Langsung David telepon ke pemilik rumah memberitahu apa yang terjadi. Dan karena pihak PAM tidak mo mengalirkan air sebelum tunggakan dilunasi, David membayar tunggakan tersebut dengan janji kalo air akan dialirkan kembali ke rumah kami hari itu juga. So, jadilah kami sepanjang pagi sampai menjelang sore moppo' di warung makan langganan kami yang kebetulan punya fasilitas WiFi (baca: wai-fai) sehingga David bisa sambil kerja; dan belanja air mineral di supermarket dekat rumah. Pulang menjelang sore, alhamdulillaah air sudah on lagi... kami bersegera wudhu untuk sholat Dhuhr sebelum Asr masuk waktunya setengah jam lagi (padahal kami pikir bakal tayammum nih ato pake' air mineral yang kami beli tadi). Bisa senyum lagi. Siapa sih yang bisa tahan tanpa air walau cuma sehari??? Kita sudah sangat sangat "dimanjakan" oleh segala fasilitas yang ada... dan rasanya tanpa fasilitas-fasilitas tersebut, semua aktifitas terasa "mati". Bagaimana dengan orang-orang yang hidupnya tanpa "kemewahan-kemewahan" yang kita nikmati itu ya? Astaghfirullaah... maafkan hamba-Mu ini ya Allah... mohon jadikan diri hamba termasuk orang-orang yang selalu bersyukur atas segala nikmat yang Engkau anugerahkan kepada kami...
*****
Today we had no water. Get ready to have no gas any day now! begitu kata suamiku setelah kami sholat Asr.
Saya tertawa. Memang pandai ayahnya anakku ini mencandai kemalangan (it's part of his Irish blood!) dengan kata-kata bernada sarkastik seperti itu.
No, I am serious. I accidently opened the gas bill (thought that it was for us), and the previous (same people) tenant owe Washington Gas more than 600 dollars!
Saya terdiam sejenak... dan ketawa BESAAAAR: LOL... rasanya sudah tidak ada lagi yang tersisa untuk di"marahi". Ketawa saja deh ah... sementara suamiku mengangkat telepon berbicara dengan pemilik rumah... lagi!
3 Comments:
asswrwb.
hi kak yati saya vana yg di Los Angeles, member IUC jg yg kita pernah chat bbrp waktu yg lalu. i hope you still remember me :)
Saya turut prihatin atas musibah2 yg kak yati alami & keluarga. Saya yakin kak yati sekeluarga pasti bisa & tabah menghadapinya, sudah dijalani ya toh,,,insya allah.
Kak yati, saya sudah melahirkan baby girl maret lalu. alhamdulillah dia hampir 2 bulan tgl 9 mei ini. Blog kak yati sangat membantu saya mendapatkan info tuk saya yg jauh dari sanak saudara disini , kita sama kan..hehe.
Take care buat kak yati sekeluarga. Saya pingin chat lagi ngobrol2, insya allah kapan kak yati sempat kita chat ya, insya allah.
kiss tu kak zahra dari dek fatimah :)
wassalam
vana.
ass.wr.wb
kak yati,kami sekeluarga turut prihatin atas musibah yg menimpa kakak sekeluarga, insya Allah ada hikmah dibaliknya..syukur maki keluarga tdk adaji yg kenapa2 meskipun ayahnya zahra luka bakar yg pasti semuanya baek2ji kak to..
salam buat kel, khususnya buat dede zahra dr kakak ibad.
wass,
bunda & ibad
duuuuhhhh...ka'...hati2 ki nah. moga semuanya tetep dalam lindungan Allah, amin!
Post a Comment
<< Home